TUGAS KELOMPOK 6
FILSAFAT ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH JAKARTA
PRODI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Nama Dosen : Dr.
Khairan M. Arif, M.Ed.
Nama Kelompok Mahasiswa:
1. Levina Novi Yanti
(NIM: 552014001)
2. Khusnul Khoridah (NIM: 5520140045)
PENDAHULUAN
I.
Latar
belakang masalah
Didalam
mempelajari ilmu pengetahuan erat hubungannya dengan mengetahui awal mulanya
pengetahuan didapat, dan seharusnya kita juga mengetahui induk dari pengetahuan
itu sendiri. Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh
pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila
telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan
epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini
menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia
berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah
yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi
adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara
satu ilmu dengan ilmu lainnya.
Secara
historis, epistimologi bukanlah permasalahan
pertama yang muncul dalam pikiran manusia. Justru aktivitas filsafat
dimulai dalam wilayah metafisika. Apa itu dunia? apa itu jiwa? Dan sebagainya
merupakan pertanyaan-pertanyaan pertama yang
mengganggu pikiran manusia yang selanjutnya mereka mencoba menemukan
jawabannya. Akan tetapi, mereka mendapati berbagai jawaban tentang hal-hal
tersebut beragam dan saling bertentangan. Berangkat dari fakta ini mereka
sampai pada dunia luar, tetapi justru mereka arahkan kepada dirinya sendiri
tentang apakah intelek manusia mampu menjawab permasalahan-permasalahan
tersebut. Pada titik inilah manusia masuk dalam kawasan epistimologi.[3]
Dalam
makalah ini, saya akan mencoba memaparkan bagaimanakah konsep epistimologi
dalam perspektif filsafat islam.
II.
Rumusan
masalah
Dari
uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Epistemologi?
2. Apa saja
persoalan-persoalan yang terdapat dalam epistemologi, ruang lingkup pembahasan?
3. Bagaimanakah cara
memperoleh ilmu pengetahuan?
4. Bagaimanakah konsep para
filosof tentang epistimologi?
III. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk pengetahui pengertian
Epistemologi
2. Manfaat dalam pembelajari Epistemologi
3. Mengetahui objek
Epistemologi
4. Mengetahui turunan-turunan
ilmu epistemologi
IV. PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Epistemologi
EPISTEMOLOGI
disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah
epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos
berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya)
pengetahuan.
Filsafat
merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan bentuk-bentuk kehidupan.¹ Hal ini mengindikasikan bahwa filsafat secara umum, dan
salah satu cabangnya yaitu epistemologi (theory of knowledge) dalam
perkembangannya senantiasa mengalami perubahan dan pergeseran baik di tinjau
dari sisi teoritis maupun dari sisi praktis, yang tentunya juga tidak bisa
dilepaskan dari peran manusia yang kodratnya sebagai pencari pengetahuan atau
sebagai penafsir suatu realitas dalam kehidupannya. Sejarah telah mencatat bahwa peradaban Islam
pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan dunia sekitar abad ke-7 sampai abad
ke-15. Setelah itu masa keemasan itu mulai surut bahkan mundur hingga abad
ke-21 ini.²
Pemahaman
paling sederhana pada ketiga epistemology ini adalah jawaban dari pertanyaan
“dengan apakah manusia memperoleh kebenaran?”
kebenaran
itu berasal dari akal atau panca indera. Dengan kedua sarana ini manusia
memunculkan dua dikotomi antara apa yang disebut rasional dan irasional.
Rasional adalah sebuah kebenaran begitu juga sebaliknya dengan yang dimaksud
irasional adalah kesalahan. Selanjutnya orang yang memiliki corak berfikir
bayani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu berasal dari teks, rasio tidak
memiliki tempat dalam pembacaan mereka terhadap kebenaran. Sedangkan orang yang
memiliki corak berfikir irfani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari
wahyu, ilham, atau sejenisnya. Pola berfikir yang demikian akan membangun
sebuah struktur masyarakat yang memiliki hirarki atas bawah. Berikut pembahasan
secara luas mengenai epistemologi dengan disertai pendapat para ahli:
1.
Persoalan yang terdapat didalam epistemologi:
1. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui
sesuatu?
2.
Dari mana pengetahuan itu dapat
diperoleh?
3. Bagaimanakah
validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan
a posteriori (pengetahuan purna pengalaman)?
2. Epistemologi
menurut para ahli
1.1.
William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian epistemologi merupakan pembahasan
mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber
pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai
tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia.
1.2.
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan
metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian
ilmu.
1.3.
P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan,
pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki.
1.4.
Menurut D.W Hamlyn epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian- pengendaiannya serta
secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki
pengetahuan.
1.5.
Menurut Dagobert Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas
sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu,
Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas
tentang keasliam, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Kendati ada sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua
pengertian ini sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua
pengertian ini telah menyajikan pemaparan yang relatif lebih mudah dipahami.
3.
Ruang lingkup epistemologi
MENURUT
M.ARIFIN validitas pengetahuan hakekat sumber MENURUT MUDLOR ACHMAD hakikat
unsur macam tumpuan batas sasaran pengetahuan. Namun, penyederhanaan makna
epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap
pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi.
Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi,
tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan,
akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu
komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.
4. Objek
epistemologis
Menurut
Jujun S.Suriasumatri objek epistemologis berupa “segenap proses yang terlibat
dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.”Proses untuk memperoleh
pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus
berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu
tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu
sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka
sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
5. Tujuan
epistemologis
Menurut
Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk
menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan
syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa
epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendati pun keadaan ini tak
bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan
epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk
memperoleh pengetahuan.
6. Landasan epistemologis
Landasan
epistemologi metode ilmiah yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun
pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya
pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam
bangunan ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang
telah diatur berdasarkan metode ilmiah, sehingga timbul sifat-sifat atau
ciri-cirinya; sistematis, objektif, logis dan empiris.
7. Dalam epistemologis
perbedaan pengetahuan dan ilmu pengetahuan
Pengetahuan adalah
pengalaman atau pengetahuan sehari-hari yang masih berserakan
Metode
ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung
pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan
mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis,
tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melaikan
termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh
dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integrative.
JADI…..HUBUNGAN EPISTEMOLOGI, METODE DAN METODOLOGI METODE METODOLOGI metode
merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah
yang sistematis metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan dalam metode tersebut.
Dari
epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya
terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem
dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat.
Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan
metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode
merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu
aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian
dari filsafat.
8. Hakikat epistemologis
Epistemologi
keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan
berpikir secara empiris. Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu
adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Epistemologi pada hakikatnya
merupakan yang objek pembahasannya sangat detail dan pelik.
Epistemologi
ini juga pada hakikatnya bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia.
Epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita
mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri. Epistemologi pada hakikatnya
bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap objek-objek pengetahuan.
Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman,
bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari
epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan
empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat
epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi
dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa
epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian
yang dilakukan secara berkesinambungan dan serius.
9. Pengaruh epistemologis
Epistemologi
dapat memberikan pengayaan gambaran proses terbentuknya pengetahuan ilmiah.
Akhirnya, epistemologi bisa menentukan cara kerja ilmiah yang paling efektif
dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang kebenarannya terandalkan. Epistemologi
juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep- konsep atau teori-teori
yang ada.
SECARA GLOBAL berpengaruh
PERADABAN MANUSIA EPISTEMOLOGI dibentuk TEORI PENGETAHUANNYA.
Epistemologilah
yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang
maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan
epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga
kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi.
Berdasarkan pada manfaat epistemologi dalam mempengaruhi kemajuan ilmiah maupun
peradaban tersebut, maka epistemologi bukan hanya mungkin, melainkan mutlak
perlu dikuasai.
b. Objek Epistimologi Islam
Dalam
konsep filsafat Islam, kajian ilmu adalah ayat-ayat Tuhan sendiri yang
terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an. Ayat tersebut mengkaji tentang tuhan dan
firman-Nya, alam dan manusia. Kajian terhadap kitab suci akan melahirkan
dimensi ilmu fisika atau ilmu alam, sedangkan kajiandalam manusia akan
menimbulkan ilmu antropologi atau ilmu humaniora.
Dari
data ini jelas bahwa dalam agama Islam obyek ilmu tidak hanya dalam ilmu agama,
tetapi juga dalam alam dan mereka sendiri. Ini berarti manusi dituntut untuk
memperoleh pengetahuan dari ayat-ayat Tuhan, alam, maupun dari diri mereka.[5]
c.
Cara Memperoleh Ilmu
Pengetahuan
Ada
beberapa jalan memperoleh pengetahuan yaitu empirisme, rasionalisme, dan intusionisme.
Menurut
empirisme bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantara pancaindera. Pancaindera
memperoleh kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata dan kesan-kesan itu
berkumpul dalam diri manusia.
Menurut
rasionalisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantara akal. Akal
berhajat pada bantuan pancaindera untuk memperoleh data dari alam nyata, tapi
akallah yang menghubungkan data ini satu dengan yang lain, sehingga terdapatlah
ilmu pengetahuan yang diperoleh Nabi untuk membawa ajaran-ajaran yang berasal
dari wahyu.[6]
Adapun
Intusionisme adalah kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia.
Kemampuannya mirip instinct, tetpai berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya.
Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Kemampuan inilah
yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik. Intuisi ini
menangkap objek secara langsung tanpa melalui pemikiran. Jadi, indera dan akal
hanya mampu menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh atau spasial, sedangkan
intuisi dapat mengahasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap.[7]
Dari
teori di atas dapat kami simpulkan bahwa cara memperoleh ilmu pengetahuan yaitu
berasal dari wahyu dan akal. Wahyu merupakan pengetahuan yang datang dari
Tuhan, dan kebenarannya adalah mutlak dan akal tidak sanggup mengubahnya. Akal
merupakan perolehan pengetahuan dengan berfikir.
Kebenaran
teori pengetahuan akal manusia sangatlah terbatas, ini dikarenakan terbatasnya
usia manusia, dan berkembangnya obyek bahasan, jadi beda dengan kebenaran
wahyu. Kebenaran manusia terbatas karena kebenaran yang sesungguhnya berasal
dari Tuhan.[8]
d. Konsep Para Filosof Tentang Epistimologi
a. Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishak Al-Kindi
(Wafat 252 H)
Al-Kindi
menyebutkan ada tiga macam pengetahuan manusia, yaitu :[9]
1) Pengetahuan Indrawi
Pengetahun
indrawi terjadi secara langsung ketika seseorang mengamati obyek-obyek
material, kemudian dalam proses tanpa tenggang waktu dan tanpa berpindah ke
imajinasi. Pengetahuan yang diperoleh lewat jalan ini bersifat tidak tetap,
tetapi selalu berubah dan bergerak setiap waktu.
2) Pengetahuan Rasional
Pengetahuan rasional adalah
pengetahuan yang diperoleh menggunakan jalan akal yang bersifat universal,
tidak parsial dan immaterial. Pengetahuan ini menyelidikinya sampai pada
hakikatnya dan sampai pada kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang
berfikir.
3) Pengetahuan Isyraqi
Pengetahuan isyraqi
merupakan pengetahuan yang datang dan diperoleh langsung dari pancaran Nur
Ilahi, puncak pengetahuan dari pengetahuan ini adalah pengetahuan yang
diperoleh Nabi untuk membawakan ajaran yang berasal dari wahyu Tuhan.
Menurutnya pengetahuan inilah yang mutlak dan benar. Pengetahuan ini hanya
dimilki oleh mereka yang berjiwa suci dan dekat dengan Allah.
b. Abu Nashr Al-Farabi (257-329 H)
Menurut
Al-Farabi, manusia memperoleh pengetahuan itu dari daya mengindra, menghayal,
dan berfikir. Yang mana ketiga daya ini merujuk pada kedirian manusia, yaitu :
jism, nafs, aql.
1) Mengindra, daya ini memungkinkan manusia
untuk menerima rangsangan seperti panas dan dingin. Dengan daya ini manusia
dapat mengecap, membau, mendengar suara dan melihat.
2) Menghayal, memungkinkan manusia untuk
memperoleh kesan dari hal-hal yang dirasakan setelah obyek itu lenyap dari
jangkauan indra. Daya ini adalah menggabungkan atau memisahkan seluruh
kesan-kesan yang ada sehingga menghasilkan potongan-potongan atau
kombinasi-kombinasi yang beragam. Hasilnya bisa jadi benar bisa jadi salah.
3) Berfikir, daya ini memungkinkan manusia memahami
berbagai pengertian.[10]
c. Abu Hamid Al-Ghazali (450-505 H)
Setelah
ia melewati masa skeptisitasnya, ia mengkaji secara mendalam
persoalan-persoalan epistemologi. Menurutnya, makrifat hakiki adalah suatu
pengetahuan yang menyingkap hakikat objek pengetahuan (ma’lum) sedemikian
sehingga tidak menyisakan satu bentuk keraguan dan tidak menghadirkan
kemungkinan kekeliruan atasnya.
Al-Ghazali pernah
menelusuri lorong-lorong keraguan dan sampai pada puncak keraguan. Namun, pada
akhirnya ia terhidayah dan menggapai keyakinan berkat pertolongan cahaya Ilahi.
Ia terperosok ke lembah skeptisitas lewat alur logika dan keluar darinya dengan
jalan pengalaman mistik dan intuisi irfani.
Dengan menghitung kesalahan
dan kekeliruan panca indra, ia lantas meragukan hal-hal yang indriawi dan
beranggapan bahwa sebagaimana akal bisa mengungkap semua kesalahan panca indra,
sangat mungkin akan hadir seorang pemikir lain yang mampu menyingkap kekeliruan
akal dan membatalkan pengetahuan yang dipandang gamblang oleh akal (seperti
angka sepuluh lebih besar dari tiga). Dan ia berkata bahwa dari mana kita yakin
bahwa kita dalam kondisi tidak tidur dan berkhayal. Oleh karena itu, kita bisa
meragukan segala sesuatu. Menurutnya, pengalaman mistik dan intuisi irfani
(al-kasy wa asy-syuhud al-’irfani). Akan tetapi, ia juga meyakini bahwa jalan
logika dan penalaran akal, dengan berpegang teguh pada syarat-syaratnya,
sebagai metode memahami hakikat eksternal. Ia menekankan bahwa hasil-hasil yang
dicapai oleh pengetahuan itu sangat berpijak kepada penguatan
argumentasi-argumentasinya.[11]
IV. KESIMPULAN
1. Epistimologi adalah cabang filsafat yang
secara khusus membicarakan teori ilmu pengetahuan, sumber pengetahuan dan
bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu.
2. Obyek epistimologi atau pengetahuan islam
adalah Tuhan, alam dan manusia.
3. Cara memperoleh pengetahuan ada tiga
yaitu :
a. Empirisme
yaitu pengetahuan diperoleh dengan perantara pancaindera.
b. Rasionalisme
yaitu pengetahuan yang diperoleh menggunakan jalan akal yang bersifat universal.
c. Intuisionisme
yaitu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia yang merupakan hasil
evolusi pemahaman tertinggi. Kemampuannya mirip instinct, tetpai berbeda dalam
kesadaran dan kebebasannya.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah Epistemologis dalam Islam ini kami rangkum dan bentuk, semoga
memberikan pengetahuan mendalam mengenai Epistemologis dalam Islam disertai
pandangan para ahli. Kritik dan saran kami butuhkan untuk perbaikan dan
penambahan pengetahuan bagi kita bersama. Semoga bermanfaat.
Daftar
Pustaka:
¹ F. Budi Hardiman, Filsafat
Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2004), hlm.1
² Syamsul Ma‟arif, Revitalisasi
Pendidikan Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm 18
Seorang filosof yang bercorak burhani akan menjawab bahwa sumber.
Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh filsuf
Muslim pembuka Pintu Gerbang Filsafat Barat dan Modern, (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2004).
Dr. H. Musa Asy’ari, dkk,
Filsafat, RSFI, Yogyakarta; 1992.
Drs. H. Fathul Mufid, M.Si,
Filsafat Ilmu Islam, STAIN KUDUS, 2008.
Harun Nasution, Filsafat Agama,
Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Remaja
Rosda Karya, bandung, 2007
Ahmad Mustafa, Filsafat Islam,
Pustaka Setia, Bandung, 1997.
0 komentar:
Posting Komentar