Rabu, 04 Maret 2015

Baitullah, Aku Bersimpuh (Part I)

Dok. Pribadi: Dihalaman Makkah
Genap setahun lalu, ditanggal 23 Februari 2014 tepatnya saya melakukan perjalanan religi. Perjalanan ini bagi saya mudah untuk kesananya tapi berliku untuk mengwujudkannya.  Dengan berbekal yakin diawal saya bergabung menjadi bagian pemilik usaha Arminareka satuan, hingga terbujuk memiliki perwakilan 13. Segalanya butuh usaha dan kinerja, dan disinilah saya diperkenalkan dengan berbagai macam typical muslimin dan muslimah. Kepolosan mengantarkan mengajarkan mengerti kebutuhan, kebutuhan apa yang sebenarnya yang saya cari dalam pekerjaan. ini satu diantaranya saya anggap sebagai pekerjaan melayani Tuhan yaitu tamu Allah.

Butuh keseriusan dan keikhlasan penuh atas nama Allah dalam menjalaninya, saya berada dalam lajur mengenal Habluminannas terlebih dahulu. Awal pengenalan dengan seorang ibu, notabene dari beliaulah saya beranikan berbisnis atas nama Allah, tujuan utama hanya ingin umroh terutama mengantarkan mama dan kakak saya Desy untuk giroh berangkat, kalau saya pribadi berpikir nantinya bisa menyusul. "Kenapa Mama?" karena mama 'lah yang saya pikir lebih dahulu dibujuk untuk mau kesana dan mengantarkan dengan caraNya. Bisa jadi ini bagian terpenting, kenapa bukan sama "Papa?" yah! papa, beliau memiliki kepercayaan tersendiri. Saya sebagai anak, dan mahluk Allah hanya mampu berdoa dan memberikan petunjuk itikad baik dalam ke Islaman. 

Kedekatan saya dengan Ibu (sebut saja Yuli) sebagai mitra dalam perkembangan usaha Arminareka, lambat laun semakin dekat. Tetapi, kok saya selalu mengalami keganjalan dalam kedekatannya, dia over protective (mengekang) saya dalam gerak-gerik di kantor Armina. Dikepalanya hanya berpikir, "ayo cari mintra lagi, kita majuin, Ibu bisa buat Vina semakin besar mitra-nya!" sampai pada suatu titik saya menemukan kejanggalan dalam pergaulan dengan rekan-rekan yang saya anggap lebih senior. Ibu ini termasuk yang berpikir bahwa mereka adalah lawan dalam usaha, dan saya pun melihat dimata beberapa ibu yang lainnya sama. Pembatasan terhadap diri saya, tentunya mempengaruhi gerak. Alhamdulillah dalam beberapa pekan saya semakin maju, jutaan uang masuk kerekening. Begitu mudahnya uang didapat dengan jalan ridho Allah. Tetapi jangan salah, muncullah beberapa masalah! 

Bermula dari masalah pribadi Ibu Yuli, dan posisi saya hanya mampu menjadi pendengar dan saya pun menarik diri tidak mau terlibat, tetapi sudah pasti saya menjadi senter buat pekerja mitra lainnya pengaruh dari kedekatan saya dan team sama dia. Masalahnya seperti benang kusut, dengan tempat tinggal yang saya nga pernah tahu, hingga suami yang katanya memberi pengaruh negatif dalam hidupnya. Kembali lagi, Allah maha tahu dasar hati saya. Disinilah saya makin mengenal diri saya maunya apa, dan bekerja maunya Allah. Tetap saya ikut, saya sedang berproses! 

Berjalannya waktu, diperkenalkannya kami dalam team seorang ustadt, sebut saja ust. Hadi. yang katanya dari grup ini yang akan memajukan usaha kemitraan kami, kepolosan saya! ya tetap.... bawa saya terjerumus dengan cerita hidup saya berikutnya. ikut bin manutlah saya bersama team dalam grupnya. Awal memang manis, penuh suguhan dan siraman rohani. Penawaran produk pun terdapat didalam grup tersebut, padahal rata-rata ustad lho! produknya ternyata dari luar mitra Armina, ooh jadi gini ya... yang penting halal... "kan rejeki bisa lewat mana ajah" makin mumet dibuatnya... tapi tetap cooling down..

Sempat simpati juga sih pas dengar ceramahnya, gayanya, dan cara dia memperlakukan kami dalam team..."baik banget". eit... pelajaran lagi, kebaikan seseorang yang berlebihan harus diwaspadai apalagi didunia bisnis! lagi-lagi, tetep, oon bin polosnya saya!... lancar ajah jalaninnya sampai akhirnya terayu menggunakan kartu kredit beli lah mitra 13 alhasil ngerayu suami supaya menyetujui. Sebenarnya kalo saya pikir, niat baik saya tetap melingkup perjalanan ini, hehe... buktinya dalam mitra 13 yang saya beli saya manut pas dengar "bisa lho ini buat keluarga, bisa berangkatin keluarga umroh, kalo sisanya yang ngak pergi bisa dapat asuransi sampai usia lanjut". nah, disitulah kembali saya terenyuh...hoho... Jelang punya mitra 13, saya semakin rajin usaha, siang malem online/offline saya jalanin mencari jamaah.

Ada nih yang saya sebelin, kalo di inget! Tapi dipikir memang takdir berprosesnya begini. saya bermitra dengan rekan yang pernah kenalin saya dengan asuransi (sampai sekarang kalo pekerjaan yang paling dibenci apa?! ya ini Asuransi!) eeh ketemu lagi diMitra Umroh/Haji ini (buat cerita Asuransi bakal saya ceritain dilain kesempatan) bersama istrinya dia ingin membangun usaha kemitraan umroh, sudah sempat saya sampaikan keraguan dan kegundahan saya ke Bu Yuli apa pengaruhnya bila dia ikut bermitra seteam dengan saya. Memang benar adanya, perasaan dan kegundahannya karena merasa saya tidak mampu menjadi leadernya dan kurangnya kemampuan komunikasi marketing membawa saya pada perasaan menyerah, pada kondisi saya terjepit karena masalah yang lebih dasyat lagi, saya serahkan mitra satuan padanya dengan kata lain saya hibahkan hak saya padanya.

Masalah dasyat muncul ketika ustad Hadi tergiur dengan ajakan seorang teman yang diajakanya untuk bermitra di Armina malah justru mengajaknya bermitra dengan kolega orang asing alias keluarga kerjaan Arab katanya (mimpi kali ye...hiks..hiks..)  Bodohnya saya tetap ajah percaya! ya inilah, pengaruh dari terlalu simpati sama Ibu Yuli dan Ustad Hadi, saya ngerasa dia seperti ibu yang butuh tempat berbagi alias ibu kedua, kalo ustad Hadi ya...ini akibat saya terlalu terenyuh dengan rayuan kebaikan dan ceramah kultum agamanya. Dalam hati saya suka membandingkan ustad ini dengan suami, "coba kalo suami seperti ustad, bahagianya saya." Disinilah perjalanan tidak bersyukurnya saya dimulai. Begitu hebatnya rasa percaya saya kepada ustad yang satu ini, hingga saya tidak terlalu peduli dengan posisi suami yang semestinya lebih utama saya dengar dan patuhi. 

Berlanjut, saya ikuti perjalanan bisnis mitra mereka. dengan iming-iming akan memakai maskapai penerbangan sendiri dan menjalankan usaha langsung ke negeri Timur Tengah. Bukan cuma kami bertiga, ternyata kawan-kawan sesama ustad Hadi pun turut serta berpengaruh dan menjadikan mata kepala saya terbuka dan berpikir luas, Ya Allah, disinilah mulai aku belajar bahwa uang menjadi tujuan utama pertikaian dan pengrusakan atas nama agama. Bisnis kotor pun dimulai. Hitung kisaran 2 tahun lalu, tepatnya di 2013 kejadian ini menjadi bagian dari perjalanan hidup saya. Semoga ini membawa kebaikan bagi yang membaca tulisan ini. Saya hanya ingin katakan, "ikuti kata hati, jika kita berkehendak dalam hati dan diucapkan dengan lisan dan dilakukan dengan perbuatan secara baik dan benar menurut ajaran Allah, insaaAllah... pasti Dia ridho buat kita menjadi kaya dalam apapun". 

Saya rasakan dan kembali menoreh, Allah tidak ridho dengan langkah saya karena tidak  sinkron apa yang saya jalani. cuma letih dan keluh saja yang saya dapati. Pagi-Siang-Malam sampai pagi lagi ditahun 2013 dibeberapa bulan saya bergabung, cuma itu saja yang saya fokuskan. Materi, Umroh, sakit hati dan jabatan. Digiurkan dengan jabatan 'Manager' saya jalani serius usaha bersamanya, mungkin lebih dibilang membantunya. Karena tidak ada sepeserpun uang gaji yang saya terima, justru harapaan saya memberangkatkan Mama dan Kakak serta Bapak Mertua dengan jumlah yang bersahabat karena kinerja bantu usaha uang senilai Rp. 35 juta saya serahkan tanpa keraguan diawal sampai sekarang lenyap sama uang para rencan umroh lainnya. Kami semua tertipu oleh permainan kotor yang mengaku Mitra Usaha Agama. 

Sudah sempat keraguan ini saya sampaikan ke para ustad dan ustad Hadi, terlebih bu Yuli. Justru kekecewaan yang saya dapatkan. kedekatan saya dengan satu diantara ustad justru juga menjadi petaka buat saya. Saya begitu terurai dengan kata Ustad serta ketulusan. Terjadi malah airmata dan penyesalan kami, terlebih kebodohan saya. ratusan orang tidak jadi berangkat. Emosional para calon jamaah pun turut saya rasakan, kegetiran, tangisan dan kemurkaan mereka. Ya Allah, sebenarnya saya tidak mau mengingat lagi, tapi saya hanya ingin membuka tirai kepedihan ini. Buat kelak kembali jadi pelajaran saya. Disini pula saya lebih mengenal teman, sekedar kenal, bukan sahabat atau sekedar numpang lewat dalam kehidupan sebagai babak dalam perjalanan. 

Dulu! yah... dulu sempat terbesit kebencian, kekesalan dan penyesalan. Tapi saat ini.. bukan! buat saya jadi pelajaran. ada kisah yang bisa saya torehkan untuk bekal hidup saya. Entahlah, lumuran dosa kesalahan, penyesalan atau aib juga kehilangan. Terpenting saya jadi mengenal proses ke Islama saya dalam mendekatkan diri. Bersyukur tidak terhingga, karena Cinta Allah begitu luas saya masih berada dan menulis cerita ini, karena kasih Allah rejeki kami makin berlimpah. Dari kesehatan yag diberikanNya. Sampai semakin tulusnya suami menjaga saya, kalau bukan Dialah yang benar-benar tulus membawa dan merangkul saya agar bisa memaafkan khilafannya. melupakan kesedihan saya dari kekecewaan. Terpenting, Maafnya begitu Besar untuk saya, sampai dia berusaha mengerti jalan
berpikir saya, apa maunya saya?!
Dok. Pribadi: Tampak Baitullah dimalam hari 23 Feb'13


0 komentar: